Latest Post

Penyakit Kritis Tak Pandang Usia, Ini Pentingnya Asuransi untuk Milenial PEFC: Sertifikasi Kehutanan Berkelanjutan

Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi membuat media sosial menjadi sangat digandrungi oleh banyak orang dari berbagai kalangan, mulai dari Instagram, Twitter, hingga TikTok. Mudahnya penyebaran informasi disertai dengan munculnya wajah-wajah baru yang berperan sebagai content creator. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya trending topic suatu fenomena yang akhir-akhir ini terjadi, yaitu fenomena SCBD atau “Citayam Fashion Week”. Fenomena Citayam Fashion Week viral karena terdapat banyak foto dan video yang mengabadikan aksi remaja nongkrong di sekitar Sudirman, Jakarta Pusat.

Terkait SCBD, sebenarnya SCBD adalah singkatan dari Sudirman Central Business District di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Kawasan tersebut merupakan kawasan bisnis elit yang dicirikan dengan banyaknya gedung pencakar langit. Umumnya, kawasan ini didominasi oleh para pekerja kantoran dengan tampilan yang modis. Namun, belakangan ini di kawasan Jalan Sudirman dipenuhi oleh banyak remaja nongkrong yang berasal dari pinggiran Kota Jakarta, seperti Citayam, Bojong Gede, dan Depok. Sehingga, keadaan tersebut menyebabkan adanya penciptaan kepanjangan baru dari SCBD, yaitu Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok.

Bukan hanya sekadar nongkrong biasa, para remaja tersebut juga diketahui menggunakan gaya fashion yang nyentrik dan unik sehingga berhasil mencuri perhatian. Tidak jarang dari mereka yang beradu busana untuk memberikan gaya fashion paling keren dari yang lainnya. Mereka juga beraksi layaknya model-model berlenggak-lenggok di catwalk yang salah satunya dilakukan di zebra cross. Maka, hal itulah yang memunculkan adanya Citayam Fashion Week.

  • Fenomena Citayam Fashion Week Menurut Sosiolog

Dilansir dari Kompas.com, Analisis pakar sosiolog dari Universitas Sebelas Maret menjelaskan bahwasanya fenomena sosial tersebut didasari dari keinginan remaja untuk mengekspresikan diri. Berhubungan dengan berekspresi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan (memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya. Kebebasan berekspresi tersebut merupakan kebebasan melalui lisan, tulisan, serta audio visual. Kebebasan berekspresi merupakan salah satu hal yang cukup penting karena sebagai cara dalam menjamin pemenuhan diri seseorang untuk mencapai potensi yang maksimal dalam diri sendiri (Julianja, 2018).

Oleh sebab itu, mereka menunjukkan ekspresi dan eksistensinya melalui tren fashion yang ada. Para remaja tersebut berusaha untuk menunjukkan bahwasanya mereka generasi yang up to date mengikuti perkembangan zaman. Di samping mengikuti tren fashion yang kekinian, mereka juga eksis dalam teknologi, salah satunya media sosial. Hal tersebut ditunjukkan dengan munculnya artis-artis dadakan media sosial yang berasal dari kalangan remaja, seperti Bonge, Ale, Kurma, Wahyu, Mujair, dan Roy. Sehingga fenomena tersebut juga membuktikan bahwa menjadi seseorang yang stylish tidak hanya bisa dilakukan oleh masyarakat kalangan atas. Terlebih, fenomena Citayam Fashion Week yang nyentrik hingga disorot oleh media luar negeri, yaitu media Jepang.

Fenomena Citayam Fashion Week pastinya menimbulkan banyak dampak ditinjau dari berbagai sudut. Misalnya, dari sudut lingkungan, kerumunan Citayam Fashion Week di SCBD, Jakarta Selatan ini membuat lingkungan tersebut menjadi terkotori akibat limbah plastik kemasan makanan dan minuman. Hal tersebut disebabkan adanya kerumunan orang tentu akan menjadi daya tarik bagi penjual makanan dan minuman keliling.

Sehingga fenomena Citayam Fashion Week tersebut juga menimbulkan dampak positif bagi para pedagang. Selain menjadi tempat para remaja untuk berkreasi dalam berbusana. Citayam Fashion Week juga menguntungkan para pedagang sekitar, hingga mererka mampu menaikkan omzet.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *