Aktifnya generasi muda dalam berbagai bidang ternyata belum diimbangi kesadaran terhadap risiko kesehatan. Terbukti dari meningkatnya kasus penyakit kritis yang datang dari kelompok usia produktif. Gaya hidup yang kurang sehat hingga belum mempunyai proteksi seperti asuransi critical illness terbagus pun menjadi faktor penyebab yang memperbesar peluang tersebut.
Bergesernya kelompok usia penderita penyakit kritis ke kelompok yang lebih muda tentu jadi hal yang mengkhawatirkan. Lantas, adakah cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya?
Ancaman penyakit kritis hingga penyakit baru
Laurentius Aswin Pramono, Sp.PD, M.Epid dari Rumah Sakit St. Carolus mengungkapkan sejumlah pasien yang datang ke rumah sakit merupakan kelompok usia produktif di bawah 40 tahun. Bahkan, beberapa pasien yang mengidap penyakit jantung koroner masih berusia 38 tahun. Penyakit kritis lain yang dijumpai adalah diabetes melitus, stroke, gagal ginjal, hingga kanker beserta komplikasinya.
Laurentius menambahkan selain pergeseran kelompok usia, latar belakang pasien yang menderita penyakit serius juga bervariasi. Kini, penyakit-penyakit tak menular yang biasanya sering dijumpai orang-orang menengah ke atas dialami juga oleh mereka yang berada di kelas pekerja dan menengah ke bawah. Kemudian, berdasarkan pengalamannya sebagai dokter epidemiologi klinis, pasien diabetes di rentang usia 30-40 tahun sudah harus menghadapi operasi di bagian kaki.
Selain penyakit kritis, generasi muda juga harus waspada terhadap ancaman berupa penyakit baru. Menurut Laurentius, permasalahan kesehatan yang semakin nyata dan gawat harus serius ditanggapi oleh masyarakat. Secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkategorikan kurang lebih ada sekitar 68 ribu jenis penyakit baru yang muncul dari berbagai aspek.
Sejumlah ahli pun memprediksi akan ada lagi lima penyakit baru yang akan muncul dengan tiga diantaranya berasal dari binatang. Apalagi, sekarang masih ada ancaman serius dari COVID-19. Disitat dari KompasSAINS, ada dugaan sementara bahwa virus tersebut ditularkan dari hewan ke manusia. Pusat wabah tersebut diyakini berasal dari pasar ikan yang berlokasi di Wuhan, Tiongkok, yang sekarang telah ditutup.
Kiat menghadapi risiko penyakit kritis dan penyakit baru
Bukan hanya fisik dan mental, kondisi finansial Anda bakal terguncang saat mengidap penyakit kritis. Sebagian besar penyakit yang diklasifikasikan dalam kategori tersebut memakan biaya yang berpotensi menguras dompet.
Sebagai contoh, perawatan kardiovaskular (penyakit yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah), yang memerlukan biaya mencapai ratusan juta rupiah untuk biaya operasi bypass. Belum lagi biaya lain untuk rawat inap, obat, dan kemoterapi yang jumlahnya bisa menyamai biaya operasi. Selain itu, untuk penyakit baru seperti COVID-19, biaya yang harus Anda gelontorkan bisa lebih besar mengingat para ahli masih mencari vaksin yang ampuh dan penanganan yang memadai untuk proses pemulihannya.
Maka, bukan hal mengejutkan bila orang-orang yang sudah punya tabungan saja bisa kehilangan banyak uangnya saat mengidap penyakit kritis. Apalagi, mereka yang belum mempersiapkan dana darurat. Untuk itu, Anda yang datang dari generasi muda dianjurkan melakukan perencanaan matang dari segi finansial sejak dini supaya bisa menghadapinya di kemudian hari.
Ada banyak persiapan yang bisa Anda pilih sesuai kebutuhan. Selain menggunakan tabungan, opsi seperti membeli asuransi hingga berinvestasi pun perlu dipertimbangkan. Dua produk ini akan memberi jaminan dalam jangka waktu panjang yang berguna saat Anda memasuki usia non-produktif. Pastikan juga Anda mematuhi prosedurnya untuk memudahkan pengajuan klaim.
So, untuk menghindari penyakit kritis tersebut ada baiknya generasi muda selalu menjaga kesehatannya dengan baik. Semoga artikelnya bermanfaat, ya!