Latest Post

Surat Utang Negara: Apa yang Perlu Anda Ketahui Hal Ini Sangat Menentukan Harga Asuransi Mobil

Dalam syariat Islam, pengertian mandi besar atau mandi wajib atau biasa juga disebut mandi junub dalam bahasa Arab: الغسل, artinya al-ghusl‎ adalah mandi atau menuangkan air ke seluruh badan dengan tata cara tertentu untuk menghilangkan hadats besar. Secara etimologi, arti al-gusl adalah menuangkan air pada sesuatu. Seluruh imam mazhab sepakati bahwa hukum mandi wajib adalah wajib setelah laki-laki dan perempuan bersetubuh hingga kedua kelaminnya saling bersentuhan. Kewajiban tersebut berlaku walaupun air mani tidak keluar. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat dua hadats yang biasa terjadi pada diri setiap orang di mana masing-masing dapat disucikan dengan cara yang berbeda. Yaitu hadats kecil dan hadast besar.

Hadats kecil yaitu diakibatkan oleh terjadinya hal-hal yang membatalkan wudlu dan dapat disucikan dengan cara berwudlu. Sementara hadats besar yaitu diakibatkan karena keluar sperma, bersetubuh, haid, nifas dan melahirkan yang dapat disucikan dengan cara melakukan mandi jinabat, mandi karena haid dan nifas atau yang kesemuanya lebih kaprah dikenal dengan sebutan mandi besar atau mandi wajib atau mandi junub. Sebagai ibadah, pastinya dalam melakukan mandi besar terdapat kefardluan atau rukun tertentu yang harus dipenuhi. Apabila tidak terpenuhinya rukun tersebut secara sempurna, maka mandi besar yang dilakukan tidak sah dan orangnya masih dianggap berhadats sehingga dilarang melakukan aktivitas tertentu atau ibadah tertentu. Sebagaimana Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan, terdapat 2 (dua) hal yang menjadi rukunnya mandi besar, yaitu niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.

Beliau menuliskan dalam kitab tersebut:

فروض الغسل اثنان النية وتعميم البدن بالماء

Artinya:

“Fardlu atau rukunnya mandi ada dua, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.”

Apa yang disebutkan Syekh Salim di atas selanjutnya dijabarkan penjelasannya oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam kitabnya Kaasyifatus Sajaa yang sekaligus menerangkan tata cara melaksanakan kedua rukun tersebut.

Berikut adalah penjelasan dua rukun mandi wajib:

Membaca Niat

Rukun yang pertama adalah niat mandi besar wajib dilakukan berbarengan dengan saat pertama kali menyiramkan air ke anggota badan. Terkait anggota badan yang pertama kali di siram ini boleh dari yang manapun, baik bagian atas, bawah ataupun tengah.

Jika pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan tidak dibarengi dengan bacaan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram lagi karena siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas mandi besar tersebut.

Niat Mandi Wajib

Lantas apa yang harus diniatkan dalam melakukan mandi besar?

  • Mandi Wajib karena Keluar Sperma atau Bersetubuh

Dalam mandi wajib jika yang melakukannya adalah orang yang junub (karena keluar sperma atau bersetubuh) maka ia berniat mandi untuk menghilangkan jenabat. Berikut adalah doanya:

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الجِنَابَةِ

Nawaitul ghusla li raf’il janâbati.

“Saya berniat mandi untuk menghilangkan jenabat”

  • Mandi Wajib karena Haid atau Nifas

Sementara bagi perempuan yang haid atau nifas, ia berniat mandi untuk menghilangkan haid atau nifasnya. Doa mandi wajib haid atau nifas, adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَيْضِ atau لِرَفْعِ النِّفَاسِ

Nawaitul ghusla li raf’il haidli” atau “li raf’in nifâsi.

“Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas”.

  • Niat lainnya bagi orang yang Junub, Haid atau Nifas

Berikut adalah doa atau niat baik orang yang junub, haid maupun nifas:

نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ الْأَكْبَرِ

Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari.

“Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar”.

Ratakan Air ke Seluruh Tubuh

Rukun yang kedua adalah meratakan air ke bagian luar seluruh anggota badan. Jika terdapat sedikit saja bagian tubuh yang belum terkena air, maka mandi yang dilakukan belum dianggap sah, dan orang tersebut dianggap masih dalam keadaan berhadats. Sehingga orang tersebut dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang berhadats besar seperti shalat, thawaf, membaca, menyentuh dan membawa Al-Qur’an dan lain sebagainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *